BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Madani atau
yang biasa disebut dengan istilah “Civil Society” merupakan imbas dari
perkembangan pemikiran yang terjadi di dunia Barat, khususnya di negara-negara
industri maju di Eropa Barat dan Amerika Serikat dalam perhatian mereka
terhadap perkembangan ekonomi, politik, sosial budaya di bekas Uni Soviet dan
Eropa Timur.
Akhir-akhir ini sering muncul ungkapan dari
sebahagian pejabat pemerintah, politisi, cendekiawan, dan tokoh-tokoh
masyarakat tentang masyarakat madani (sebagai terjemahan dari kata civil
society). Tampaknya, semua potensi bangsa Indonesia dipersiapkan dan
diberdayakan untuk menuju masyarakat madani yang merupakan cita-cita dari
bangsa ini. Masyarakat madani diprediski sebagai masyarakat yang berkembang
sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama. Demikian pula, bangsa
Indonesia pada era reformasi ini diarahkan untuk menuju masyarakat madani,
untuk itu kehidupan manusia Indonesia akan mengalami perubahan yang fundamental
yang tentu akan berbeda dengan kehidupan masayakat pada era orde baru.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam makalah ini masalah yang akan dibahas adalah :
1.
Apa pengertian
masyarakat madani?
2.
Apa saja konsep
masyarakat madani?
3.
Apa saja karakteristik
masyarakat madani?
4.
Bagaimana peran umat
Islam dalam mewujudkan masyarakat madani?
1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya
makalah ini adalah untuk memberikan
informasi kepada pembaca tentang apa yang dimaksud dengan masyarakat madani.
Supaya nantinya pembaca dapat mengerti serta merealisasikan tujuan adanya
masyarakat madani.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Istilah
masyarakat Madani sebenarnya telah lama hadir di bumi, walaupun dalam wacana
akademi di Indonesia belakangan mulai tersosialisasi. "Dalam bahasa
Inggris ia lebih dikenal dengan sebutan Civil Society". Sebab,
"masyarakat Madani", sebagai terjemahan kata civil society atau
al-muftama' al-madani.
Menurut
Islam, kata Madani terambil dari kata ad-Dien (bahasa arab)yang berarti
undang-undang, peraturan, hukum.Dari kata ad-Dien ini pula muncul kata
madinah-madyan-tamaddun yang berarti ’kota’ (bahasa yunani) hingga berarti
’peradaban’.Dari kata madinah muncul kata dayyan yang berarti pemimpin,kepala
’kota atau peradaban’.
Dalam
istilah lain, referensi masyarakat madani ada pada kota Madinah, sebuah kota
yang sebelumnya bernama Yastrib di wilayah arab, di mana masyarakat Islam di
bawah kepimpinan Nabi Muhammad SAW di masa lalu pernah membangun peradaban
tinggi.
Sebagai
suasana yang mengantarai warga negara dengan negara, masyarakat madani bisa
tampil sebagai “pengisi” lowongan yang tak bisa diisi negara untuk kepentingan
warga negaranya. Jadi bolehlah dikatakan antara “Masyarakat Madani” dengan
Negara terjalin dalam hubungan yang bersifat komplementer, tetapi ada kalanya
tampil sebagai countervailing fores kekuatan
tandingan terhadap kekuasaan negara. “Masyarakat madani adalah kelembagaan
sosial yang akan melindungu warga negara dari perwujudan kekuasaan negara yang
berlebihan.
Bahkan
“Masyarakat Madani” adalah tiang utama dari kehidupan politik yang demokratis.
Sebab, masyarakat tidak saja melindungi warga negara dalam berhadapan dengan
negara, tetapi juga merumuskan dan menyuarakan keprihatinan dan aspirasi
masyarakat. Maka adalah tugas dan fungsi partai politik, lewat pemilihan umum,
memperjuangkan dalam konteks system tatanan kenegaraan, sistem kekuasaan dan
kebijaksanaan pemerintah. Dalam realitas sosial “Masyarakat Madani” mewujudkan
dirinya dalam berbagai corak lembaga non pemerintah dan organisasi sosial yang
bersifat sukarela.
2.2 Konsep Masyarakat Madani
Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau
pengislaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan
istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish
Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep
dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah
dianggap sebagai legitimasi historis ketidakbersalahan pembentukan civil
society dalam masyarakat muslim modern.
Makna Civil Society “Masyarakat
sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan
berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang
pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya.
Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara
historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau,
John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat
sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan
ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).
Antara Masyarakat Madani dan Civil
Society sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah
istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”.
Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan
masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di
masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara
keduanya.
Perbedaan lain antara civil society
dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan
modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang
meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang
rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam
buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan
masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran
atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu
Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).
Masyarakat madani merupakan konsep
yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna
yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil
society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer.
Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk
menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place outside of
government and the market.” Merujuk pada Bahmueller (1997).
2.3. Karakteristik
Ada beberapa karakteristik
masyarakat madani, diantaranya:
1.
Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam
masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2.
Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam
masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3.
Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan
program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4.
Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan
organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap
keputusan-keputusan pemerintah.
5.
Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim
totaliter.
6.
Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga
individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak
mementingkan diri sendiri.
7.
Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan
berbagai ragam perspektif.
8.
Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama,
yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang
mengatur kehidupan sosial.
9.
Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun
secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10.
Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat
mengurangi kebebasannya.
11.
Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan
oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas
pihak lain yang berbeda tersebut.
12.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
13.
Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan
terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat
manusia.
14.
Berakhlak mulia.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa
masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya
menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan
mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan
peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan
program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani
bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted.
Masyarakat madani adalah onsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang
panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara
maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa
prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya
democratic governance (pemerintahan demokratis) yang dipilih dan berkuasa
secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup
menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil
resilience).
Konsep Masyarakat Madani semula
dimunculkan sebagai jawaban atas usulan untuk meletakkan peran agama ke dalam
suatu masyarakat Multikultural. Multikultural merupakan produk dari proses
demokratisasi di negeri ini yang sedang berlangsung terus menerus yang kemudian
memunculkan ide pluralistik dan implikasinya kesetaraan hak individual. Perlu
kita pahami, perbincangan seputar Masyarakat Madani sudah ada sejak tahun
1990-an, akan tetapi sampai saat ini, masyarakat Madani lebih diterjemahkan
sebagai masyarakat sipil oleh beberapa pakar Sosiologi. Untuk lebih jelasnya,
kita perlu menganalisa secara historis kemunculan masyarakat Madani dan
kemunculan istilah masyarakat Sipil, agar lebih akurat membahas tentang peran
agama dalam membangun masyarakat bangsa.
2.3. Peran Umat Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam sejarah Islam, realisasi
keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah.
Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu
pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang
lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama
ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam
al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
2.3.1 Kualitas SDM Umat Islam
Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110
Artinya:
Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa
Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok
manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah
keunggulan kualitas SDMnya dibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat
Islam yang dimaksud dalam Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan
riil.
2.3.2 Posisi Umat Islam
SDM umat Islam saat ini belum mampu
menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik
dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi,
belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat
Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, juga belum
mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri
ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai
oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan
Saran
Untuk mewujudkan masyarakat madani
dan agar terciptanya kesejahteraan umat maka kita sebagai generasi penerus
supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain itu, kita juga
harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat
sekarang ini. Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan
berita. Di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah
berpacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diamanatkan oleh Rasullullah kepada
kita sebagai umat akhir zaman. Sebelumnya kita harus mengetahui dulu apa yang
dimaksud dengan masyarakat madani itu dan bagaimana cara menciptakan suasana
pada masyarakat madani tersebut, serta ciri-ciri apa saja yang terdapat pada
masyarakat madani sebelum kita yaitu pada zaman Rasullullah.
Selain memahami apa itu masyarakat
madani kita juga harus melihat pada potensi manusia yang ada di masyarakat,
khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri manusia sangat mendukung
kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin besar potensi yang
dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama Islam maka akan semakin baik pula
hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang
kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan.
Oleh karena itu, marilah kita
berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui latihan-latihan
spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.
Maka diharapkan kepada kita semua
baik yang tua maupun yang muda agar dapat mewujudkan masyarakat madani di negeri
kita yang tercinta ini yaitu Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualiatas
sumber daya manusia, potensi, dan juga perbaikan sistem ekonomi. Insya Allah
dengan menjalankan syariat Islam dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki
kehidupan bangsa ini secara perlahan.
Demikianlah makalah rangkuman materi yang dapat kami sampaikan
pada kesempatan kali ini semoga di dalam penulisan ini dapat dimengerti
kata-katanya sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masa yang akan
datang.
Wassalamu’alaikum wr.wrb.
DAFTAR PUSTAKA
Suito,
Deny. 2006. Membangun Masyarakat Madani. Centre For Moderate Muslim
Indonesia: Jakarta.
Mansur,
Hamdan. 2004. Materi Instrusional Pendidikan Agama Islam. Depag RI:
Jakarta.
Suharto,
Edi. 2002. Masyarakat Madani: Aktualisasi Profesionalisme Community Workers
Dalam Mewujudkan Masyarakat Yang Berkeadilan. STKS Bandung: Bandung.
Sosrosoediro,
Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI:
Jakarta.
Sutianto,
Anen. 2004. Reaktualisasi Masyarakat Madani Dalam Kehidupan. Pikiran
Rakyat: Bandung.
Suryana,
A. Toto, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Tiga Mutiara: Bandung
Sudarsono.
1992. Pokok-pokok Hukum Islam. Rineka Cipta: Jakarta.
Tim
Icce UIN Jakarta. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani.
Prenada Media: Jakarta
Rahardjo,
M. Dawam. 1999. Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah, dan Perubahan Sosial.
LP3ES: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar