Minggu, 17 Juni 2012

PENGETAHUAN dan ILMU PENGETAHUAN


BAB  I
                                              PENDAHULUAN                            
A.LATAR BELAKANG
Manusia merupakan makhluk paling sempurna dimuka bumi ini karena manusia diberi akal, pikiran dan perasaan. Manusia tidak mempunyai pengetahuan ketika baru lahir. Interaksinya dengan alam sekitar membuatnya ingin tahu sehingga mengajukan pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana? Jawaban dari pertanyaan tersebut menghasilkan pengetahuan. Tetapi kadang manusia mengalami banyak ketidakpuasan dengan pengetahuan yang ia terima. Pertanyaan-pertanyaan yang ada dibenaknya semakin kompleks sehingga manusia terus berfikir mencari pengetahuan. Pengetahuan yang ditemukan menjadi tonggak awal pengetahuan spiritual
Sedangkan  di Yunani, Plato (428-348 S.M) berfikir dan menyebarkan pemikirannya di sebuah Akademia (lembaga pendidikan). Salah satu pendapat Plato yang sangat popular adalah konsep tentang kebenaran idea yaitu kebenaran yang bersifat tetap, tidak berubah-ubah dan kekal. Kebenaran idea adalah kebenaran diluar wilayah pengamatan inderawi. Pendapat tersebut mendapat kritikan dari muridnya Aristoteles (382-322 S.M). Ia tidak mengetahui adanya dunia idea yang berada di luar benda-benda yang konkret. Menurutnya, pengetahuan manusia diperoleh lewat proses panjang melalui pengamatan empirik pada benda-benda konkret yang diabstrakkan ke dalam idea”. Plato dan Aristoteles lebih dikenal dengan para filosof (bukan nabi) dan sebelumnya telah ada filosof Yunani, antara lain: Thales (640-546 S.M), Phytagoras (572-497 S.M), Socrates (470- 399 S.M).
Proses pencarian kebenaran yang dilakukan oleh beberapa tokoh di atas telah mengahasilkan kebenaran agama (wahyu) dan kebenaran filsafat (akal). Dalam perkembangannya kedua pengetahuan tersebut saling bersitegang sebagai kebenaran yang paling esensi, paling tinggi. Perbedaan tersebut disebabkan karena sumber dari kedua pengetahuan itu yang berbeda. Dominasi antara agama dan filsafat silih berganti. Apalagi ketika filsafat telah menghasilkan ilmu pengetahuan. Agama berada dibawah bayang-bayang kebenaran filsafat.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang saya analisa perlu kiranya merumuskan masalah sebagai landasan pijakan untuk terfokusnya kajian tentang Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan serta Cara Mendapatkannya, adapun perumusan masalah yang dapat diambil dari garis besarnya yaitu:
1.      Bagaimana pengertian pengetahuan dan ilmu pengetahuan?
2.      Dari mana sumber pengetahuan dan ilmu pengetahuan?
3.      Apakah perbedaan pengetahuan dengan ilmu pengetahuan?
4.      Bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan?
BAB II
PEMBAHASAN
1.      PENGERTIAN PENGETAHUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
Secara etimologi, ilmu pengetahuan terdiri dari dua kata, yakni ilmu dan pengetahuan. Ilmu dalam bahas Arab, berasal dari kata Alama artinya mengecap atau memberi tanda. Sedangkan ilmu berarti pengetahuan. Sedangkan dalam bahasa Inggris ilmu berarti science, yang berasal dari bahasa latin scientia, yang merupakan turunan dari kata scire, dan mempunyai arti mengetahui (to know), yang juga berarti belajar (to learn). Dalam Webster’s Dictionary disebutkan bahwa;
(1)   Pengetahuan yang membedakan dari ketidak tahuan atau kesalahpahaman; penetahuan yang diperoleh melalui belajar atau praktek.
(2)   Suatu bagian dari pengetahuan yang  disusun secara sistematis  sebagai salah satu objek studi (ilmu teologi).
(3)   Pengetahuan yang mencakup kebenaran umum atau hukum-hukum operasinal yang diperoleh dan diuji melalui metode ilmiah; pengetahuan yang memperhatikan dunia pisik dan gejala-gejalanya (ilmu pengetahuan alami).
(4)   Suatu sistem atau metode atau pengakuan yang didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah.
Sedangkan pengetahuan merupakan arti dari kata knowledge yang mempunyai arti;
(1)   Kenyataan atau keadaan mengetahui sesuatu yang diperoleh secara umum melalui pengalaman atau kebenaran secara umum.
(2)   Kenyataan atau kondisi manusia yang menyadari sesuatu.
(3)   Kenyataan atau kondisi memiliki informasi yang sedang dipelajari.
(4)   Sejumlah pengetahuan; susunan kepercayaan, informasi dan prinsip-prinsip yang diperoleh manusia.
Konklusi dari pernyataan tersebut diatas, Ilmu diinterpretasikan sebagai   salah satu dari pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah yang sistematis. Sedangkan pengetahuan diperoleh dari kebiasaan atau pengalaman sehari-hari. Dengan demikian ilmu lebih sempit dari pegetahuan, atau ilmu merupakan bagian dari pengetahuan.
Pengertian tersebut tidak jauh berbeda dari definisi yang dikemukakan  oleh para ahli -terminologi-. Kata ilmu diartikan oleh Charles Singer sebagai proses membuat pengetahuan. Definisi yang hampir sama dikemukakan John  Warfield  yang mengartikan ilmu sebagai rangkaian aktivitas penyelidikan. Sedangkan pengetahuan menurut Zidi Gazalba merupakan hasil pekerjaan dari tahu yang merupakan hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan menurutnya adalah milik atau isi fikiran. Sedangkan pengertian ilmu pengetahuan sebagai terjemahan dari science, seperti dikatakan oleh Endang Saefuddin Anshori ialah;
Usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal-ihwal yang diselidiki (alam, manusia, dan agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran yang dibantu penginderaan itu, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksprimental.
Dari definisi tersebut diperoleh ciri-ciri ilmu pengetahuan yaitu; sistematis, generalitas (keumuman), rasionalitas, objektivitas, verifibialitas dan komunitas. Sistematis, ilmu pengetahuan disusun seperti sistem yang memiliki fakta-fakta penting yang saling berkaitan. Generalitas, kualitas ilmu pengetahuan untuk merangkum fenomena yang senantiasa makin luas dengan penentuan konsep yang makin umum dalam pembahasan sasarannya. Rasionalitas, bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika. Verifiabilitas, dapat diperiksa kebenarannya, diselidiki kembali atau diuji ulang oleh setiap anggota lainnya dari masyarakat ilmuan. Komunitas, dapat diterima secara umum, setelah diuji kebenarannya oleh ilmuwan.
Sedangkan yang menjadi objek ilmu pengetahuan dapat dibagi dua yaitu objek materi (material objek) dan objek fomal (formal objek). Objek materi adalah sasaran yang berupa materi yang dihadirkan dalam suatu pemikiran atau penelitian. Didalamnya terkandung benda-benda materi ataupun non-materi. Bisa juga berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep dll.
Objek formal yang berarti sudut pandang menurut segi mana suatu objek diselidiki. Objek formal menunjukkan pentingnya arti, posisi dan fungsi-fungsi objek dalam ilmu pengetahuan. Sebagai contoh pembahasan tentang objek materi “manusia”. Dalam diri manusia terdapat beberapa aspek, seperti: kejiwaan, keragaan, keindividuaan dan juga kesosialan. Aspek inilah yang menjadi objek forma ilmu pengetahuan. Manusia dengan objek formalnya akan menghasilkan beberapa macam ilmu pengetahuan, misalnya biologi, fisikologi, sosiologi, antropologi dll.
Dengan kata lain ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tentang suatu objek yang diperoleh dengan metode ilmiah yang disusun secara sistematik sebagai sebuah kebenaran.

2.      SUMBER PENGETAHUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
Sumber dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagaia asal. Sebagai contoh sumber mata air, berarti asal dari air yang berada di mata air itu. Dengan demikian sumber ilmu pengetahuan adalah asal dari ilmu pengetahuan yang diperoleh manusia. Jika membicarakan masalah asal, maka pengetahuan dan ilmu pengetahuan tidak dibedakan, karena dalam sumber pengetahuan juga terdapat sumber ilmu pengetahuan.
Sumber pengetahuan terdiri dari empirisme (indera), rasionalisme (akal), intuisionisme (intuisi), ilmunasionalisme (hati), dan wahyu.  
1. Empirisme (indera)
Gejala alam, menurut aliran ini bersifat konkret, dapat dinyatakan dengan panca indera dan mempunyai karakteristik dengan pola keteraturan mengenai suatu kejadian. Seperti langit yang mendung yang biasanya diikuti oleh hujan, logam yang dipanaskan akan memanjang. Berdasarkan teori ini akal hanya berfungsi sebagai pengelola konsep gagasan inderawi dengan menyusun konsep tersebut atau membagi-baginya. Akal juga sebagai tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Akal berfungsi untuk memastikan hubungan urutan-urutan peristiwa  tersebut.
Dengan kata lain, empirisme menjadikan pengalaman inderawi sebagai sumber pengetahuan. Sesuatu yang tidak diamati dengan indera bukanlah pengetahuan yang benar. Walaupun demikian, ternyata indera mempunyai beberapa kelemahan, antara lain;
a.       Keterbatasan indera.
Seperti kasus semakin jauh objek semakin kecil ia penampakannya. Kasus tersebut tidak menunjukkan bahwa objek tersebut mengecil, atau kecil.
b.      Indera menipu.
Penipuan indera terdapat pada orang yang sakit. Misalnya. Penderita malaria merasakan gula yang manis, terasa pahit dan udara yang panas dirasakan dingin.
c.       Objek yang menipu
Seperti pada ilusi dan fatamorgana.
d.      Objek dan indera yang menipu.
Penglihatan kita kepada kerbau, atau gajah. Jika kita memandang keduanya dari depan, yang kita lihat adalah kepalanya, sedangkan ekornya tidak  kelihatan. dan kedua binatang itu sendiri tidak bisa menunjukkan seluruh tubuhnya. Kelemahan-kelemahan pengalaman indera sebagai sumber pengetahuan, maka lahirlah sumber kedua, yaitu Rasionalisme.
2. Rasionalisme (akal)
            Akal mengatur data-data yang dikirim oleh indera, mengolahnya dan menyusunnya hingga menjadi pengetahuan yang benar. Dalam penyusunan ini akal menggunakan konsep rasional atau ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata dan bersifat universal dan merupakan abstraksi dari benda-benda konkret. Selain menghasilkan pengetahuan dari bahan-bahan yang dikirim indera, akal juga mampu menghasilkan pengetahuan tanpa melalui indera, yaitu pengetahuan yang bersifat abstrak. Seperti pengetahuan tentang hukum/ aturan yang menanam jeruk selalu berbuah jeruk. Hukum ini ada dan logis tetapi tidak empiris.
Meski rasionalisme mengkritik emprisme dengan pengalaman inderanya,  rasionalisme dengan akalnya pun tak lepas dari kritik. Kelemahan yang terdapat pada akal. Akal tidak dapat mengetahui secara menyeluruh (universal) objek yang dihadapinya. Pengetahuan akal adalah pengetahuan parsial, sebab akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia memikirkannya dan akal hanya memahami bagian-bagian tertentu dari objek tersebut.
            Kelemahan yang dimiliki oleh empirisme dan rasionalisme disempurnakan sehingga melahirkan teori positivisme yang dipelopori oleh August Comte (1798-1857) dan Iammanuel Kant (1724-1804), Ia telah melahirkan metode ilmiah yang menjadi dasar kegiatan ilmiah dan telah menyumbangkan jasanya kepada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut pahan ini indera sangat penting untuk memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi indera harus dipertajam dengan eksperimen yang menggunakan ukuran pasti. Misalnya panas diukur dengan derajat panas, berat diukur dengan timbangan dan jauh dengan meteran.
3. Intusionisme (intuisi)
            Kritik paling tajam terhadap empirisme dan rasionalisme di lontarkan oleh Hendry Bergson (1859-1941). Menurutnya bukan hanya indera yang terbatas, akalpun mempunyai keterbatasan juga. Objek yang ditangkap oleh indera dan akal hanya dapat memahami suatu objek bila mengonsentrasikan akalnya pada objek tersebut. Dengan memahami keterbatasan indera, akal serta objeknya, Bergson mengembangkan suatu kemampuan tingkat tinggi yang dinamakannya intuisi. Kemampuan inilah yang dapat memahami suatu objek secara utuh, tetap dan menyeluruh. Untuk memperoleh intuisi yang tinggi, manusia pun harus berusaha melalui pemikiran dan perenungan yang konsisten terhadap suatu objek.
            Lebih lanjut Bergson menyatakan bahwa pengetahuan intuisi bersifat mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis. Intuisi dan analisa bisa bekerja sama dan saling membantu dalam menemukan kebenaran. Namun intuisi sendiri tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan.
            Salah satu contohnya adalah pembahasan tentang keadilan. Apa adil itu? Pengertian adil akan berbeda tergantung akal manusia yang memahami. Adil bisa muncul dari si terhukum, keluarga terhukum, hakim dan dari jaksa. Adil mempunyai banyak definisi. Disinilah intuisi berperan. Menurut aliran ini intuisilah yang dapat mengetahui kebenaran secara utuh dan tetap.
4. Illuminasionisme (hati)
            Paham ini mirip dengan intuisi tetapi mempunyai perbedaan dalam metodologinya. Intuisi diperoleh melalui perenungan dan pemikiran yang mendalam, tetapi dalam illuminasi diperoleh melalui hati. Secara lebih umum illiminasi banyak berkembang dikalangan agamawan dan dalam Islam dikenal dengan teori kasyf yaitu teori yang mengatakan bahwa manusia yang hatinya telah bersih mampu menerima pengetahuan dari Tuhan. Kemampuan menerima pengetahuan secara langsung ini, diperoleh melalui latihan spiritual yang dikenal dengan suluk atau riyadhah. Lebih khusus lagi, metode ini diajarkan dalam thariqat. Pengetahuan yang diperoleh melalui illuminasi melampaui pengetahuan indera dan akal. Bahkan sampai pada kemampuan melihat Tuhan, syurga, neraka dan alam ghaib lainnya.
            Di dalam ajaran Tasawuf, diperoleh pemahaman bahwa unsur Ilahiyah yang terdapat pada manusia ditutupi (hijab) oleh hal-hal material dan hawa nafsunya. Jika kedua hal ini dapat dilepaskan, maka kemampuan Ilahiyah itu akan berkembang sehingga mampu menangkap objek-objek ghaib.
5. Wahyu (agama)
            Wahyu sebagai sumber pengetahuan juga berkembang dikalangan agamawan. Wahyu adalah pengetahuan agama disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para nabi yang memperoleh pegetahuan tanpa mengusahakannnya. Pengetahuan ini terjadi karena kehendak Tuhan. Hanya para nabilah yang mendapat wahyu.
            Wahyu Allah berisikan pengetahua yang baik mengenai kehidupan manusia itu sendiri, alam semesta dan juga pengetahuan transendental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, alam semesta dan kehidupan di akhitar nanti. Pengetahuan wahyu lebih banyak menekankan pada kepercayaan yang merupakan sifat dasar dari agama.
3.      PERBEDAAN ANTARA PENGETAHUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
Ilmu pengetahuan (science) mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengetahuan (knowledge atau dapat juga disebut common sense). Orang awam tidak memahami atau tidak menyadari bahwa ilmu pengetahuan itu berbeda dengan pengetahuan. Bahkan mugkin mereka menyamakan dua pengertian tersebut. Tentang perbedaan antara ilmu pengetahuan dan pengetahuan akan dicoba dibahas disini.
Mempelajari apa itu ilmu pengetahuan itu berarti mempelajari atau membahas esensi atau hakekat ilmu pengetahuan. Demikian pula membahas pengetahuan itu juga berarti membahas hakekat pengetahuan. Untuk itu kita perlu memahami serba sedikit Filsafat Ilmu Pengetahuan. Dengan mempelajari Filsafat Ilmu Pengetahuan di samping akan diketahui hakekat ilmu pengetahuan dan hakekat pengetahuan, kita tidak akan terbenam dalam suatu ilmu yang spesifik sehingga makin menyempit dan eksklusif. Dengan mempelajari filsafat ilmu pengetahuan akan membuka perspektif (wawasan) yang luas, sehingga kita dapat menghargai ilmu-ilmu lain, dapat berkomunikasi dengan ilmu-ilmu lain. Dengan demikian kita dapat mengembangkan ilmu pengetahuan secara interdisipliner. Sebelum kita membahas hakekat ilmu pengetahuan dan perbedaannya dengan pengetahuan, terlebih dahulu akan dikemukakan serba sedikit tentang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan.

o   Perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Pengetahuan

Terdapat beberapa definisi ilmu pengetahuan, di antaranya adalah:
a)      Ilmu pengetahuan adalah penguasaan lingkungan hidup manusia.
Definisi ini tidak diterima karena mencampuradukkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b)      Ilmu pengetahuan adalah kajian tentang dunia material.
Definisi ini tidak dapat diterima karena ilmu pengetahuan tidak terbatas pada hal-hal yang bersifat materi.
c)      Ilmu pengetahuan adalah definisi eksperimental.
Definisi ini tidak dapat diterima karena ilmu pengetahuan tidak hanya hasil/metode eksperimental semata, tetapi juga hasil pengamatan, wawancara. Atau dapat dikatakan definisi ini tidak memberikan tali pengikat yang kuat untuk menyatukan hasil eksperimen dan hasil pengamatan (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995).
d)     Ilmu pengetahuan dapat sampai pada kebenaran melalui kesimpulan logis dari pengamatan empiris.
Definisi ini mempergunakan metode induksi yaitu membangun prinsip-prinsip umum berdasarkan berbagai hasil pengamatan. Definisi ini memberikan tempat adanya hipotesa, sebagai ramalan akan hasil pengamatan yang akan datang. Definisi ini juga mengakui pentingnya pemikiran spekulatif atau metafisik selama ada kesesuaian dengan hasil pengamatan. Namun demikian, definisi ini tidak bersifat hitam atau putih. Definisi ini tidak memberi tempat pada pengujian pengamatan dengan penelitian lebih lanjut.
Kebenaran yang disimpulkan dari hasil pengamatan empiris hanya berdasarkan kesimpulan logis berarti hanya berdasarkan kesimpulan akal sehat. Apabila kesimpulan tersebut hanya merupakan akal sehat, walaupun itu berdasarkan pengamatan empiris, tetap belum dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan tetapi masih pada taraf pengetahuan. Ilmu pengetahuan bukanlah hasil dari kesimpulan logis dari hasil pengamatan, namun haruslah merupakan kerangka konseptual atau teori yang memberi tempat bagi pengkajian dan pengujian secara kritis oleh ahli-ahli lain dalam bidang yang sama, dengan demikian diterima secara universal. Ini berarti terdapat adanya kesepakatan di antara para ahli terhadap kerangka konseptual yang telah dikaji dan diuji secara kritis atau telah dilakukan penelitian atau percobaan terhadap kerangka konseptual tersebut.
Berdasarkan pemahaman tersebut maka pandangan yang bersifat statis ekstrim, maupun yang bersifat dinamis ekstrim harus kita tolak. Pandangan yang bersifat statis ekstrim menyatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan cara menjelaskan alam semesta di mana kita hidup. Ini berarti ilmu pengetahuan dianggap sebagai pabrik pengetahuan. Sementara pandangan yang bersifat dinamis ekstrim menyatakan ilmu pengetahuan merupakan kegiatan yang menjadi dasar munculnya kegiatan lebih lanjut. Jadi ilmu pengetahuan dapat diibaratkan dengan suatu laboratorium. Bila kedua pandangan ekstrim tersebut diterima, maka ilmu pengetahuan akan hilang musnah, ketika pabrik dan laboratorium tersebut ditutup.
Ilmu pengetahuan bukanlah kumpulan pengetahuan semesta alam atau kegiatan yang dapat dijadikan dasar bagi kegiatan yang lain, tetapi merupakan teori, prinsip, atau dalil yang berguna bagi pengembangan teori, prinsip, atau dalil lebih lanjut, atau dengan kata lain untuk menemukan teori, prinsip, atau dalil baru. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai berikut:
Ilmu pengetahuan adalah rangkaian konsep dan kerangka konseptual yang saling berkaitan dan telah berkembang sebagai hasil percobaan dan pengamatan yang bermanfaat untuk percobaan lebih lanjut (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995). Pengertian percobaan di sini adalah pengkajian atau pengujian terhadap kerangka konseptual, ini dapat dilakukan dengan penelitian (pengamatan dan wawancara) atau dengan percobaan (eksperimen).
Selanjutnya John Ziman menjelaskan bahwa definisi tersebut memberi tekanan pada makna manfaat, mengapa? Kesahihan gagasan baru dan makna penemuan eksperimen baru atau juga penemuan penelitian baru (menurut penulis) akan diukur hasilnya yaitu hasil dalam kaitan dengan gagasan lain dan eksperimen lain. Dengan demikian ilmu pengetahuan tidak dipahami sebagai pencarian kepastian, melainkan sebagai penyelidikan yang berhasil hanya sampai pada tingkat yang bersinambungan (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995).
Bila kita analisis lebih lanjut perlu dipertanyakan mengapa definisi ilmu pengetahuan di atas menekankan kemampuannya untuk menghasilkan percobaan baru, berarti juga menghasilkan penelitian baru yang pada gilirannya menghasilkan teori baru dan seterusnya – berlangsung tanpa berhenti. Mengapa ilmu pengetahuan tidak menekankan penerapannya? Seperti yang dilakukan para ahli fisika dan kimia yang hanya menekankan pada penerapannya yaitu dengan mempertanyakan bagaimana alam semesta dibentuk dan berfungsi? Bila hanya itu yang menjadi penekanan ilmu pengetahuan, maka apabila pertanyaan itu sudah terjawab, ilmu pengetahuan itu akan berhenti. Oleh karena itu, definisi ilmu pengetahuan tidak berorientasi pada penerapannya melainkan pada kemampuannya untuk menghasilkan percobaan baru atau penelitian baru, dan pada gilirannya menghasilkan teori baru.
Para ahli fisika dan kimia yang menekankan penerapannya pada hakikatnya bukan merupakan ilmu pengetahuan, tetapi merupakan akal sehat (common sense). Selanjutnya untuk membedakan hasil akal sehat dengan ilmu pengetahuan William James yang menyatakan hasil akal sehat adalah sistem perseptual, sedang hasil ilmu pengetahuan adalah sistem konseptual (Conant J. B. dalam Qadir C. A., 1995). Kemudian bagaimana cara untuk memantapkan atau mengembangkan ilmu pengetahuan? Berdasarkan definisi ilmu pengetahuan tersebut di atas maka pemantapan dilakukan dengan penelitian-penelitian dan percobaan-percobaan.
Perlu dipertanyakan pula bagaimana hubungan antara akal sehat yang menghasilkan perseptual dengan ilmu pengetahuan sebagai konseptual. Jawabannya adalah akal sehat yang menghasilkan pengetahuan merupakan premis bagi pengetahuan eksperimental (Conant, J.B. dalam Qadir C.A., 1995). Ini berarti pengetahuan merupakan masukan bagi ilmu pengetahuan, masukan tersebut selanjutnya diterima sebagai masalah untuk diteliti lebih lanjut. Hasil penelitian dapat berbentuk teori baru.
Sedangkan Ernest Nagel secara rinci membedakan pengetahuan (common sense) dengan ilmu pengetahuan (science).
o   Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Dalam common sense informasi tentang suatu fakta jarang disertai penjelasan tentang mengapa dan bagaimana. Common sense tidak melakukan pengujian kritis hubungan sebab-akibat antara fakta yang satu dengan fakta lain. Sedang dalam science di samping diperlukan uraian yang sistematik, juga dapat dikontrol dengan sejumlah fakta sehingga dapat dilakukan pengorganisasian dan pengklarifikasian berdasarkan prinsip-prinsip atau dalil-dalil yang berlaku.
2)      Ilmu pengetahuan menekankan ciri sistematik.
Penelitian ilmiah bertujuan untuk mendapatkan prinsip-prinsip yang mendasar dan berlaku umum tentang suatu hal. Artinya dengan berpedoman pada teori-teori yang dihasilkan dalam penelitian-penelitian terdahulu, penelitian baru bertujuan untuk menyempurnakan teori yang telah ada yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sedang common sense tidak memberikan penjelasan (eksplanasi) yang sistematis dari berbagai fakta yang terjalin. Di samping itu, dalam common sense cara pengumpulan data  bersifat subjektif, karena common sense sarat dengan muatan-muatan emosi dan perasaan.
3)      Dalam menghadapi konflik dalam kehidupan, ilmu pengetahuan menjadikan konflik sebagai pendorong untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan berusaha untuk mencari, dan mengintroduksi pola-pola eksplanasi sistematik sejumlah fakta untuk mempertegas aturan-aturan. Dengan menunjukkan hubungan logis dari proposisi yang satu dengan lainnya, ilmu pengetahuan tampil mengatasi konflik.
4)      Kebenaran yang diakui oleh common sense bersifat tetap, sedang kebenaran dalam ilmu pengetahuan selalu diusik oleh pengujian kritis. Kebenaran dalam ilmu pengetahuan selalu dihadapkan pada pengujian melalui observasi maupun eksperimen dan sewaktu-waktu dapat diperbaharui atau diganti.
5)      Perbedaan selanjutnya terletak pada segi bahasa yang digunakan untuk memberikan penjelasan pengungkapan fakta. Istilah dalam common sense biasanya mengandung pengertian ganda dan samar-samar. Sedang ilmu pengetahuan merupakan konsep-konsep yang tajam yang harus dapat diverifikasi secara empirik.
6)      Perbedaan yang mendasar terletak pada prosedur.
Ilmu pengetahuan berdasar pada metode ilmiah. Dalam ilmu pengetahuan alam (sains), metoda yang dipergunakan adalah metoda pengamatan, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. Sedang ilmu sosial dan budaya juga menggunakan metode pengamatan, wawancara, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. Dalam common sense cara mendapatkan pengetahuan hanya melalui pengamatan dengan panca indera.

Dari berbagai uraian berdasarkan pandangan tokoh-tokoh tersebut dapatlah dikatakan: ilmu pengetahuan adalah kerangka konseptual atau teori uang saling berkaitan yang memberi tempat pengkajian dan pengujian secara kritis dengan metode ilmiah oleh ahli-ahli lain dalam bidang yang sama, dengan demikian bersifat sistematik, objektif, dan universal.
Sedang pengetahuan adalah hasil pengamatan yang bersifat tetap, karena tidak memberikan tempat bagi pengkajian dan pengujian secara kritis oleh orang lain, dengan demikian tidak bersifat sistematik dan tidak objektif serta tidak universal.
4.      CARA MENDAPATKANNYA
Lima sumber pengetahuan yang telah kami sebutkan diatas, menitikberatkan pada akal dalam rangka   memperoleh atau mendapatkan pengetahuan. Empiris menggunakan akal untuk membentuk ide/konsep dari objek. Apalagi dalam aliran rasionalisme yang menekankan pada akal. Intuisi, illuminasi dan wahyu pun diperoleh dari akal yang berfikir.
Proses Terbentuknya Ilmu Pengetahuan
a)      Syarat-syarat Ilmu Pengetahuan Ilmiah
Menurut Karlina Supeli Laksono dalam Filsafat Ilmu Pengetahuan (Epsitomologi) pada Pascasarjana Universitas Indonesia tahun 1998/1999, ilmu pengetahuan ilmiah harus memenuhi tiga syarat, yaitu:
1)      Sistematik; yaitu merupakan kesatuan teori-teori yang tersusun sebagai suatu sistem.
2)      Objektif; atau dikatakan pula sebagai intersubjektif, yaitu teori tersebut terbuka untuk diteliti oleh orang lain/ahli lain, sehingga hasil penelitian bersifat universal.
3)      Dapat dipertanggungjawabkan; yaitu mengandung kebenaran yang bersifat universal, dengan kata lain dapat diterima oleh orang-orang lain/ahli-ahli lain. Tiga syarat ilmu pengetahuan tersebut telah diuraikan secara lengkap pada sub bab di atas.
Pandangan ini sejalan dengan pandangan Parsudi Suparlan yang menyatakan bahwa Metode Ilmiah adalah suatu kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah. Selanjutnya dinyatakan bahwa penelitian ilmiah dilakukan dengan berlandaskan pada metode ilmiah. Sedangkan penelitian ilmiah harus dilakukan secara sistematik dan objektif (Suparlan P., 1994). Penelitian ilmiah sebagai pelaksanaan metode ilmiah harus sestematik dan objektif, sedang metode ilmiah merupakan suatu kerangka bagi terciptanya ilmu pengetahuan ilmiah. Maka jelaslah bahwa ilmu pengetahuan juga mempersyaratkan sistematik dan objektif.
Sebuah teori pada dasarnya merupakan bagian utama dari metode ilmiah. Suatu kerangka teori menyajikan cara-cara mengorganisasikan dan menginterpretasi-kan hasil-hasil penelitian, dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang dibuat sebelumnya. Jadi peranan metode ilmiah adalah untuk menghubungkan penemuan-penemuan ilmiah dari waktu dan tempat yang berbeda. Ini berarti peranan metode ilmiah melandasi corak pengetahuan ilmiah yang sifatnya akumulatif. Dari uraian tersebut di atas dapatlah dikatakan bahwa proses terbentuknya ilmu pengetahuan ilmiah melalui metode ilmiah yang dilakukan dengan penelitian-penelitian ilmiah.
Pembentukan ilmu pengetahuan ilmiah pada dasarnya merupakan bagian yang penting dari metode ilmiah. Suatu ilmu pengetahuan ilmiah menyajikan cara-cara pengorganisasian dan penginterpretasian hasil-hasil penelitian, dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang dibuat sebelumnya oleh peneliti lain. Ini berarti bahwa ilmu pengetahuan ilmiah merupakan suatu proses akumulasi dari pengetahuan. Di sini peranan metode ilmiah penting yaitu menghubungkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah dari waktu dan tempat yang berbeda. Walaupun dalam ilmu pengetahuan alam (sains) metode ilmiah menekankan metode induktif guna mengadakan generalisasi atas fakta-fakta khusus dalam rangka penelitian, penciptaan teori dan verifikasi, tetapi dalam ilmu-ilmu sosial, baik metode induktif maupun deduktif sama-sama penting. Walaupun fakta-fakta empirik itu penting peranannya dalam metode ilmiah namun kumpulan fakta itu sendiri tidak menciptakan teori atau ilmu pengetahuan (Suparlan P., 1994). Jadi jelaslah bahwa ilmu pengetahuan bukan merupakan kumpulan pengetahuan atau kumpulan fakta-fakta empirik. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena fakta-fakta empirik itu sendiri agar mempunyai makna, fakta-fakta tersebut harus ditata, diklasifikasi, dianalisis, digeneralisasi berdasarkan metode yang berlaku serta dikaitkan dengan fakta yang satu dengan yang lain.
Dalam ilmu-ilmu sosial prinsip objektivitas merupakan prinsip utama dalam metode ilmiahnya. Hal ini disebabkan ilmu sosial berhubungan dengan kegiatan manusia sebagai mahluk sosial dan budaya sehingga tidak terlepas adanya hubungan perasaan dan emosional antara peneliti dengan pelaku yang diteliti.
Untuk menjaga objektivitas metode ilmiah dalam ilmu-ilmu sosial berlaku prinsip-prinsip sebagai berikut:
a)      Ilmuwan harus mendekati sasaran kajiannya dengan penuh keraguan dan skeptis.
b)      Ilmuwan harus objektif yaitu membebaskan dirinya dari sikap, keinginan, kecenderungan untuk menolak, atau menyukai data yang dikumpulkan.
c)      Ilmuwan harus bersikap netral, yaitu dalam melakukan penilaian terhadap hasil penemuannya harus terbebas dari nilai-nilai budayanya sendiri. Demikian pula dalam membuat kesimpulan atas data yang dikumpulkan jangan dianggap sebagai data akhir, mutlak, dan merupakan kebenaran universal (Suparlan P., 1994).
Sedang pelaksanaan penelitian yang berpedoman pada metode ilmiah hendaknya memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a)      Prosedur penelitian harus terbuka untuk diperiksa oleh peneliti lainnya.
b)      Definisi-definisi yang dibuat adalah benar dan berdasarkan konsep-konsep dan teori-teori yang sudah ada/baku.
c)      Pengumpulan data dilakukan secara objektif, yaitu dengan menggunakan metode-metode penelitian ilmiah yang baku.
d)     Hasil-hasil penemuannya akan ditentukan ulang oleh peneliti lain bila sasaran, masalah, pendekatan, dan prosedur penelitiannya sama (Suparlan P., 1994).

b)      Metode Penelitian Ilmiah
Pada dasarnya metode penelitian ilmiah untuk ilmu-ilmu sosial dapat dibedakan menjadi dua golongan pendekatan, yaitu: (1) pendekatan kuantitatif; (2) pendekatan kualitatif.
1)      Pendekatan Kuantitatif
Landasan berpikir dari pendekatan kuantitatif adalah filsafat positivisme yang dikembangkan pertama kali oleh Emile Durkheim (1964). Pandangan dari filsafat positivisme ini yaitu bahwa tindakan-tindakan manusia terwujud dalam gejala-gejala sosial yang disebut fakta-fakta sosial. Fakta-fakta sosial tersebut harus dipelajari secara objektif, yaitu dengan memandangnya sebagai benda, seperti benda dalam ilmu pengetahuan alam.
Caranya dengan melakukan observasi atau mengamati sesuatu fakta sosial, untuk melihat kecenderungan-kecenderungannya, menghubungkan dengan fakta-fakta sosial lainnya, dengan demikian kecenderungan-kecenderungan suatu fakta sosial tersebut dapat diidentifikasi. Penggunaan data kuantitatif diperlukan dalam analisa yang dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya demi tercapainya ketepatan data dan ketepatan penggunaan model hubungan variabel bebas dan variabel tergantung (Suparlan P., 1997).
2)      Pendekatan Kualitatif
Landasan berpikir dalam pendekatan kualitatif adalah pemikiran Max Weber (1997) yang menyatakan bahwa pokok penelitian sosiologi bukan hanya gejala-gejala sosial, tetapi juga dan terutama makna-makna yang terdapat di balik tindakan-tindakan perorangan yang mendorong terwujudnya gejala-gejala sosial tersebut. Oleh karena itu, metode yang utama dalam sosiologi dari Max Weber adalah Verstehen atau pemahaman (jadi bukan Erklaren atau penjelasan). Agar dapat memahami makna yang ada dalam suatu gejala sosial, maka seorang peneliti harus dapat berperan sebagai pelaku yang ditelitinya, dan harus dapat memahami para pelaku yang ditelitinya agar dapat mencapai tingkat pemahaman yang sempurna mengenai makna-makna yang terwujud dalam gejala-gejala sosial yang diamatinya (Suparlan P., 1997).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Berdasarkan uraian dari pembahasan di atas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.      Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tentang suatu objek yang diperoleh dengan metode ilmiah dengan mengikuti prinsip-prinsip ilmiah dan disusun secara sistematis sebagai sebuah kebenaran.
2.      Sumber ilmu pengetahuan terdiri dari empirisme, rasonalisme, intuisionisme, illuminasionisme dan wahyu.
3.      Perbedaan pengetahuan dengan ilmu pengetahuan ilmu
o   Ilmu Pengetahuan adalah kerangka konseptual atau teori uang saling berkaitan yang memberi tempat pengkajian dan pengujian secara kritis dengan metode ilmiah oleh ahli-ahli lain dalam bidang yang sama, dengan demikian bersifat sistematik, objektif, dan universal.
o   Pengetahuan adalah hasil pengamatan yang bersifat tetap, karena tidak memberikan tempat bagi pengkajian dan pengujian secara kritis oleh orang lain, dengan demikian tidak bersifat sistematik dan tidak objektif serta tidak universal.
4.      Ilmu pengetahuan yang memenuhi syarat diperoleh melalui metode ilmiah dengan pendekatan kuntitatif dan pendekatan kulitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Jasin, Maskoeri. 2008. Ilmu Alamiah Dasar Edisi Revisi 16. Jakarta: Rajawali Pers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar